Wanita Keluar Rumah Tanpa Mahrom
Dijawab oleh Abu Zakariya Harits Al-Jawi
-semoga Allah mengampuni dosa-dosanya-
Darul Hadits Dammaj, dikirim pada tanggal 15 Rabi’ul Tsani 1433H
Soal:
Ana
punya istri, istri sangat senang berada didalam rumah, ana pun tiada
masalah sebelumnya dengan kebiasaan istri. Namun ikhwan dan juga teman
istri ( Luqmaniyun ) suka mencibir dgn maksud menyuruh istri untuk dollan
(main) bersama akhowat-akhowat (naek motor tanpa mahrom) ke
rumah-rumah mereka atau main keluar rumah (yg mana ana tahu kondisi
lingkungan rumah ana yang banyak bapak-bapak, dan kalaupun ada istrinya
disitu pun ada suaminya). meminta nasihat antum, apakah kebiasaan
istri ana yang suka didalam rumahnya itu salah? Kalau salah, bagaimana
seharusnya ?
Barokallohufiykum. (Aboe Bakr) 087889930xxxx
Jawaban:
Adapun
mengenai kesenangan istri Antum untuk menetap di rumah dan tidak
keluar-keluar itu tidak salah, bahkan itulah yang diperintahkan oleh
Allah ta’ala dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya:
﴿وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى﴾ [الأحزاب: 33]
“Hendaklah kalian wahai para istri,[1] tetap di rumah-rumah kalian dan janganlah berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah terdahulu.” (Al-Ahzab: 33)
Demikian
juga keluarnya istri Antum untuk jalan-jalan atau yang semisalnya
tanpa disertai dengan mahromnya itu berbahaya bagi dirinya sendiri baik
itu di dunia maupun di akherat. Berbahaya di dunia, karena dia tidak
aman dari gangguan laki-laki nakal dan berbahaya di akherat, karena dia
mendapat ancaman Allah ta’ala sebagaimana dalam firman-Nya:
﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾ [النور: 63]
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya, takut akan ditimpa fitnah cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63)
Berdasarkan dua ayat tersebut,[2] maka kami sarankan terhadap ikhwah Ahlus Sunnah
agar tidak bermudah-mudahan untuk membiarkan istri-istri mereka keluar
rumah tanpa disertai mahromnya, tanpa adanya kebutuhan yang dibenarkan
oleh syariat.
Maka hendaknya
wanita yang diberi Allah tabi’at untuk suka di rumah bersyukur kepada
Allah atas taufiq-Nya kepada fithrohnya. Dan hendaknya sang suami
bersyukur pada Allah dikaruniai istri yang setia pada fithrohnya, dan
hendaknya dia terus membimbing istrinya untuk taat pada Allah ta’ala,
dan tidak usah mempedulikan gunjingan para perempuan yang tidak dapat
taufiq tadi. Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
[الأنعام/116]
“Dan jika engkau mengikuti kebanyakan orang yang ada di bumi
mereka akan menyesatkan dirimu dari jalan Allah. Tidaklah mereka
mengikuti kecuali prasangka belaka, dan tidaklah mereka itu kecuali
orang-orang yang berprasangka dusta.”
Alhamdulillahi robbil-’alamin.
[1]
Maksudnya: isteri-isteri Rosul agar tetap di rumah dan tidak keluar
rumah kecuali bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syariat. Perintah
ini juga meliputi segenap kaum mukminat. Para istri Nabi صلى الله عليه
وسلم yang iman-iman mereka termasuk iman yang terkuat di kalangan
wanita umat ini saja diperintahkan untuk demikian, dalam keadaan
lingkungan masyarakatnya adalah terbaik. Maka bagaimana dengan para
wanita zaman sekarang yang ilmu dan imannya amat lemah dibandingkan
dengan mereka tadi, dan masyarakatnya juga dijangkiti dengan lemahnya
ilmu dan iman serta kurangnya rasa takut pada Allah?
[2]
Sesungguhnya Allah menghendaki para hamba-Nya yang wanita itu untuk
lebih banyak menyembunyikan diri dari mata keumuman lelaki. Rosululloh
صلى الله عليه وسلم bersabda:
” صلاة المرأة في بيتها أفضل من صلاتها في حجرتها وصلاتها في مخدعها أفضل من صلاتها في بيتها “ . سنن أبي داود – (ج 1 / ص 211)
“Sholat wanita di rumahnya itu lebih utama daripada sholatnya di teras rumahnya. Dan sholatnya di makhda’ (kamar penyimpanan barang berharga) itu lebih utama daripada sholatnya di rumahnya.” (HSR Abu Dawud/1/hal. 211).
Badrud Din Al ‘Ainiy رحمه الله berkata: “Hanyalah sholatnya di makhda’nya itu lebih utama daripada sholatnya di rumahnya, dan daripada di teras rumahnya, karena yang demikian itu lebih tersembunyi untuknya, dan lebih menghalangi dari pandangan manusia. Urusan para wanita itu dibangun di atas sitr (ketersembunyian) semaksimal mungkin.” (“Syarhul ‘Ainiy ‘ala Sunan Abi Dawud”/3/hal. 56).
Syamsul Haq ‘Azhim Abadiy رحمه الله berkata: ”Urusan wanita itu dibangun di atas tasattur (penyembunyian diri).” (‘Aunul Ma’bud/2/hal. 195).
Untuk urusan ibadah yang hati manusia saat itu cenderung lebih bersih saja wanita disuruh untuk lebih menyembunyikan diri, maka bagaimana dalam urusan dunia yang hati manusia itu cenderung agak lalai?
Sumber : klik
EmoticonEmoticon